Terkini.id, Makassar- Segudang sebutan buat Makassar, katakanlah kota Daeng, kota Angging Mamiri. Rupanya Makassar juga dikenal sebagai kota pendidikan dan literasi. Buktinya di kota ini terdapat puluhan kampus dan lembaga pendidikan, serta kegiatan-kegiatan literasi yang masif.
Selain toko-toko buku yang tersebar di Makassar, Papirus salah satu toko buku alternatif buat dikunjungi oleh pegiat-pegiat literasi.
Toko buku yang beralamat di Pusat Dakwah Muhammadiyah Makassar, Jl. Perintis Kemerdekaan KM.9 Tamalanrea Makassar ini keberadaannya sudah belasan tahun lamanya, demikian dikatakan pemilik toko buku ini.
Sulhan Yusuf, pemilik toko buku, nama Papirus diambil dari nama sejenis pohon yang daunnya digunakan sebagai kertas pada zaman Mesir Kuno, mirip pohon Lontara.
Meski tempatnya begitu sederhana, namun toko buku ini menyediakan bahan literasi yang cukup lengkap dan harganya terbilang murah, ribuan judul buku dijual di toko buku satu ini.
- Gandeng Bank Mandiri, Garuda Indonesia Travel Fair 2025 Kembali Digelar di Makassar
- Kementerian Komunikasi dan Digital Sosialisasi Layanan Nomor Tunggal Panggilan Darurat 112 di Jeneponto
- Kemenkumham Sulsel Bersama Imigrasi Makassar Gelar Sosialisasi APOA dan Pencegahan TPPO di Jeneponto
- Donasi Insan PLN UID Sulselrabar Bantu Terangi 448 Rumah di Momen HLN ke-80
- PT Vale Tuntaskan Enam Titik Penanganan Tumpahan Pipa Minyak di Towuti
Ketika ditanya soal pendapatan dari penjualan buku, Sulhan menjelaskan sebelum wabah Covid-19 melanda, penghasilannya alhamdulillah lumayan. Sejak masuk Covid-19 lebih dari separuh turunnya minat daya beli.
“Sebelum Covid-19 rata-rata kita bisa menjual 10 eksempar buku, sekarang hanya 1 atau 2 eksemplar saja yang terjual, bahkan selama 3 bulan toko buku ini tutup,” terang Sulhan kepada media. Jumat, 8 Oktober 2020.

“Toko Buku Papirus ini buka setiap hari, kecuali hari libur, ada hajatan atau keperluan lain,” singkat Sulhan.
Menurutnya, soal minat baca ini masih menjadi perdebatan, ada yang bilang minat baca kita rendah tapi disisi lain jangan sampai akses ke tempat baca yang sulit. Kedua ketersediaan bahan bacaan yang sesuai dengan peminat baca.
“Jadi itu perlu kita cocokkan, kalau sudah tersedia fasilitas baca yang mudah diakses, kemudian tidak ada yang membaca, baru bisa menyimpulkan bahwa memang minat baca masyarakat kita rendah,” tandas Sulhan menegaskan.
Lebih lanjut Sulhan menuturkan, mari kita lihat fasilitas-fasilitasnya, misalnya perpustakaan. Berapa sih perpustakaan di kota Makassar, paling hanya Perpustakaan Daerah, Perpustakaan Provinsi yang kemudian juga tidak semua orang bisa mengaksesnya, mungkin jarak tempuhnya jauh, koleksinya tidak update.
“Perpustakaan-perpustakaan di Kelurahan, di Kecamatan, ataukah di tempat umum, dan instansi Pemerintah tidak tersedia bahan bacaan. Kemudian toko buku-toko buku yang ada, untuk mendapatkan buku yang ada harus membelinya,” urai Sulhan antusias meladeni pertanyaan media.
Sulhan melanjutkan keterangannya, belum tentu minat baca yang tinggi itu bersesuaian dengan berkemampuan untuk membeli buku.
“Kira-kira dilemanya berkaitan dengan tingkat minat baca dan keinginan untuk mempunyai buku,” ujarnya sembari melempar senyum.
Menurutnya, perkembangan teknologi informasi dengan kemajuan fasilitas gawai, masyarakat milenial lebih senang memakai fasilitas ini ketimbang membaca buku langsung dalam hal ini fisik buku, sehingga berpengaruh pada omset penjualan buku, itu salah satunya.
“Keberadaan toko buku dengan rumah baca atau taman baca tentu berbeda, pasalnya kalau rumah baca itu menyediakan buku untuk dibaca secara gratis, karena masyarakat kita itu ada yang kadang-kadang minat bacanya tinggi minat belinya rendah, kemudian minat bacanya tinggi tapi akses bahan bacaan kurang atau tidak ada, sehingga dengan adanya rumah baca yang digagas oleh pegiat-pegiat literasi setidaknya sangat membantu masyarakat untuk meningkatkan minat baca,” ujarnya.
Terakhir, untuk para pegiat literasi yang membuka komunitas-komunitas baca, saya sangat yakin orang-orang yang seperti itu adalah orang-orang yang bekerja untuk berbahagia.
Meskipun di tengah pandemi Toko Buku Papirus tetap bertahan berjualan, hal ini untuk mempertahankan pendapatan dari berjualan buku.
“Kita harus mematuhi protokol kesehatan Covid-19, jadi setiap rumah baca sebaiknya menyiasati keadaan yang ada, tetap setia pada anjuran Pemerintah untuk menjaga protokol kesehatan dalam mengelola rumah bacanya,” pungkas pemilik Toko Buku Papirus ini.
Dapatkan update berita terkini setiap hari dari Terkini.id. Mari bergabung di Saluran Whatsapp "Terkinidotid", caranya klik link https://whatsapp.com/channel/terkinidotid, kemudian klik ikuti.