Terkini.id, Jakarta – Penyakit cacar monyet (monkeypox) terus mengalami lonjakan kasus. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengeluarkan peringatan, khususnya bagi kaum Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender (LGBT) lebih spesifik lagi bagi mereka pria, penyuka sesama jenis.
Hal tersebut dikatakan pejabat WHO dalam Q&A di saluran media sosial lembaga PBB itu, dikutip dari CNBC Indonesia, Jumat 27 Mei 2022.
“Beberapa kasus telah di identifikasi melalui klinik kesehatan seksual di komunitas gay, biseksual dan laki-laki yang berhubungan seks dengan laki-laki,” seruan WHO untuk komunitas LGBT.
“Penting untuk dicatat bahwa risiko cacar monyet tidak terbatas pada pria yang berhubungan seks dengan pria. Siapa pun yang memiliki kontak dekat dengan seseorang yang terinfeksi jadi beresiko (tertular),” lanjutnya badan kesehatan dunia tersebut.
Hal serupa juga dikatakan pusat pengendalian dan pencegahan penyakit AS (CDC), Senin waktu setempat, memperingatkan orang-orang untuk mengambil tindakan pencegahan jika mereka telah melakukan kontak dekat dengan seseorang yang mungkin memiliki virus. Mereka diminta waspada akan gejala timbul.
- 2 Warga Terbukti Negatif, Wali Kota Makassar Tegaskan Tak Ada Cacar Monyet
- Cacar Monyet Sudah Masuk di Indonesia, Begini Pesan Presiden Jokowi
- Cacar Monyet Masuk Makassar, Dinkes Sulsel: Belum Terkonfirmasi
- Soal Cacar Monyet, Menkes Pastikan Penularannya Tidak Akan Setinggi Covid-19
- Darurat Kesehatan Global, Ikatan Dokter Indonesia Bentuk Satgas Cacar Monyet
Identifikasi cacar monyet biasanya dimulai dengan gejala yang mirip dengan flu termasuk nyeri otot, demam, sakit kepala, kedinginan, kelelahan, dan pembengkakan kelenjar getah bening.
Telah dikonfirmasi setidaknya ada 200 kasus, wabah pun sudah menyebar di 12 negara.
“Kami telah melihat beberapa kasus di Eropa selama lima tahun terakhir,(sebelumnya) hanya pada pelancong,” kata Dr. Rosamund Lewis, yang melakukan penelitian cacar WHO.
Vaksin yang digunakan untuk mencegah cacar disebut tampaknya sekitar 85% efektif dalam mencegah cacar monyet dalam penelitian observasional di Afrika. Namun, vaksinnya tidak tersedia secara luas.
Sementara itu, Belgia disebutkan menjadi negara pertama yang mewajibkan karantina bagi penderita. Masa aturan berlaku hingga tiga pekan kedepan.