PERAYAAN Idul Fitri merupakan rangkaian paripurna dari amaliah Ramadan. Umat Islam, bersama-sama keluarga tercinta menunaikan shalat idul fitri sebagai penanda penyucian jiwa setelah ditempah selama Ramadan.
Mereka kembali kepada kesucian diri dengan raihan pengampunan dosa serta limpahan pahala sebagai investasi akhirat.
Seusai lebaran, mereka bersalam-salaman sebagai simbol saling maaf-memaafkan atas segala kekhilafan dan kesalahan, baik di lingkungan keluarga, tetangga dan masyarakat sekitar.
Luapan kegembiran dengan bersalaman sebagai simbol saling maaf-memaafkan atas segala kesalahan. Tampak kegembiraan dari wajah mereka disertai pakaian serba baru.
Demikian kegembiraan dirayakan bersma-sama setelah meyakini dirinya sepanjang Ramadan hingga beridul fitri meraih rahmat Allah Swt, ampunan sang pemaaf, dan pembebasan dari api neraka.
- Idul Fitri di Halaman Kantor Semen Tonasa, Habib Hamid Serukan Silaturrahmi dan Saling Peduli
- Shalat Idul Fitri di Alun-alun Pangkep, Ketua DPRD Bacakan Sambutan Bupati
- Jelang Idul Fitri, Pemkot Palopo Tambah 2 Armada Truk Sampah
- Nikmati Momen Lebaran di Hotel, KHAS Makassar Tawarkan Staycation Rp700 Ribuan Nginap Dua Malam
- Menjadi Hidangan Khas Idul Fitri, Berikut Sejarah Ketupat!
Kesucian jiwa secara personal terasakan dari efek puasa, tutur kata dan sikap-perilaku kian terjaga sebagai edukasi dari bulan Ramadan.
Keshalehan tersebut bukan sesat tetapi menjadi resonansi keshalehannnya secara total.
Sisi lain dari perayaan idul fitri, berupa dimensi sosial berupa kegembiraan terasa dengan kembali menyatu dalam kebersamaan dan harmonisasi keluarga.
Sang suami memohon maaf pada istrinya tanpa sedikit diliputi rasa sungkan. Sebaliknya, sang istri mengaturkan maaf pada sang suami. Hal serupa diikuti anak-anak mereka.
Kegembiraan kian tak terkira bagi yang mudik ke kampung dengan agenda lebaran menyatu bersama keluarga besar mereka. Bersama orang tua, sahabat lama serta keluarga lainnya.
Lebaran di kampung kadangkala dipersiapkan jauh-jauh hari, termasuk soal pembiayaan. Kebahagiaan tak terkira saat bertemu sahabat-sahabat teman sepermainan kala kecil di tempat yang sama.
Mengenang masa lalu seakan menjadi titik balik untuk mengenang masa lalunya dan raihan prestasinya dengan kesuksesannya selama di rantau.
Sementara anak-anak mereka yang masih memiliki hubungan family seperti sepupuan, akhirnya saling mengenal dan akrab sekalipun bahasanya “berbeda”, sepupu yang lahir dan besar di kota lebih akrab dengan bahasa Indonesia.
Sedangklan sepupuhnya yang lahir dan besar di kampung tanpa interaksi dengan perkotaan, lazimnya menggunakan bahasa ibu, Bugis, misalnya.
Pertemuan dalam rajutan silaturahim, halal bihalal menjadi puncak kegemberiaan berlebaran.
Tradisi mudik, beridul fitri dan halal bihalal merupakan budaya beragama masyarakat Indonesia, yang sulit dijumpai di negara lain. Tradisi ini perlu dirawat yang menjadi perayaaan tahunan dengan menikmati suasananya.
Beridul fitri meresonansikan dua hal. Yakni resonansi keshalehan personal setelah menapaki jejak-jejak ramadan sebulan penuh hingga memasuki syawal dengan merayakan lebaran idul fitri.
Kedua, resonansi kebersamaan menggambarkan khazanah Islam dan budaya masyarakat secara sosial makin kuat dan terjaga. Kehidupan keagamaan yang dibalut dengan kehidupan sosial menjadikan setiap umat Islam merayakan idul fitri sebagai momentum paripurna dari perjalanan ramadannya.
Penulis secara pribadi memohon maaf pada pembaca “Kolom Ramadan” di Makassar Terkini.id ini, kiranya ada diksi dan narasi yang tidak tepat, semata nawaitu-nya ingin berbagi manfaat.
Terima kasih untuk keluarga besar Makassar terkini.id, khusus sahabatku Muh. Yunus dan Hasbi Zainuddin yang setiap harinya memuat kolom. Setiap saya kirim hanya hitungan 5-10 menit sudah dimuat. Selamat Idul Fitri 1440 H.
–
Firdaus Muhammad
Pembina Pesantren An-Nahdlah, Dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi
UIN Alauddin Makassar