MOMENTUM 17 Ramadan ini sejatinya menjadi titik pijak merenungkan ihwal konstruksi dunia pendidikan dengan menjadikan Al-Qur’an sebagai sumber ilmu dan akhlak.
Pendidikan berkualitas melahirkan sumber daya manusia yang baik. Tapi mengasah intelektualitas saja tidak memadai, melainkan nilai-nilai akhlak lebih utama.
Nabi menjadi teladan ilmu sekaligus teladan akhlak, uswatun hasanah. Akhlak Nabi Muhammad Saw adalah Al-Qur’an.
Kandungan al-Qur’an meliputi berbagai dimensi kehidupan manusia. Al-Qur’an perlu dimaknai secara kontekstual, menyingkap dimensi keilmuan keagamaan dan ilmu lainnya. Selama Ramadan ini, umat Islam “mewajibkan” dirinya untuk khatam sedikitnya sekali sepanjang Ramadan.
Akan tetapi, saatnya juga meluangkan waktu untuk memahami kandungan dan penafsran al-Qur’an untuk menyelami kandungan-kandungannnya. Salah satu rujukan penting melalui Tafsir Al-Misbah yang ditulis Prof. Dr. M. Quraish Shihab, MA.
Di antara kemuliaan bulan Ramadan karena di dalamnya diturunkan al-Qur’an. Posisinya sebagai hudan lin nas memiliki dimensi pendidikan, tergantung kemampuan manusia menafsirkan dimensi-dimensi pendidikan yang terkandung di dalamnya.
Meskipun secara universal keseluruhan isinya bermuatan edukatif. Yakni, petunjuk bagi umat manusia dalam menempuh hidup yang paripurna.
Meskipun tidak semua umat manusia mampu “berdialog” dengan al-Qur’an untuk mendapatkan pemahaman sesuai dengan kebenaran al-Qur’an.
Keterbatasan pengetahuan dan kemampuan manusia menyingkap kandungan makna itu antara lain, disebabkan karena keterbatasan pemahaman tentang ilmu-ilmu al-Qur’an, terutama ilmu tafsir. Meskipun demikian, tidak sedikit orang yang dianugerahi pemahaman untuk menyingkap kebenaran al-Qur’an. Menguak dimensi pendidikan yang terkandung dalam al-Qur’an.
Pendidikan berbasis al-Qur’an disingkap Prof. Dr. M. Quraish Shihab, MA, pakar tafsir Indonesia kontemporer asal Sidrap Sulsel, beliau menyingkap dimensi pendidikan Al-Qur’an.
Penulis Tafsir Misbah ini menyatakan, tujuan pendidikan Al-Qur’an adalah membina manusia secara pribadi dan kelompok sehingga mampu menjalankan fungsinya sebagai hamba dan khalifah Allah swt., guna membangun dunia ini sesuai dengan konsep yang ditetapkan Allah, termaktub dalam al-Qur’an.
Dimensi pendidikan al-Qur’an sejak awal dapat terdeteksi ketika Allah mengukuhkan umat manusia sebagai khalifah fil ardh (wakil Allah dimuka bumi). Amanah tersebut sarat dengan konsep atau nilai-nilai pendidikan, yakni umat manusia memiliki tanggung jawab secara kolektif untuk membangun peradabannya sesuai dengan petunjuk al-Qur’an.
Pendidikan menjadi pilar peradaban manusia, sehingga al-Qur’an tidak cukup ditadaruskan saja dalam bulan Ramadan ini, tetapi dimestikan ikhtiar menyelami kandungan maknanya dengan membumikan nilai-nilainya dalam kehidupan umat manusia.
Dalam teori pendidikan kontemporer, keberhasilan suatu pendidikan diukur dari materi yang disajikan dan peserta didik yang sepadan.
Dalam hal ini, materi pendidikan al-Qur’am selaras dengan kemampuan manusia yang dibekali akal pikiran untuk menalar dan perasaan-nafsu sebagai sumber etos kerjanya dalam melakukan berbagai aktivitas kehidupannya secara integratif.
Yakni, mengintegrasiakan tiga semangat hidup secara sinergis antara etos spritualitas (iman), etos intelektualitas (ilmu) dan etos profesionalitas (amal shaleh). Hal ini tidak terlepas dari spirit pendidikan al-Qur’an melalui falsafah Iqra’.
Membaca sebagai perintah pertama diyakini sebagai pembuka hijab keilmuan dan peradaban manusia. Sejatinya pendidikan berbasis pada nilai kandungan al-Qur’an sebagai sumber ilmu. Masyarakat dibangun melalui spirit pendidikan qur’ani. Semoga !
–
Dr. Firdaus Muhammad, MA
Pembina Pesantren An-Nahdlah, Dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi
UIN Alauddin Makassar