LBH Makassar: Polisi Keliru Minta Bukti Baru Pada Korban Dugaan Pencabulan Anak di Lutim

LBH Makassar: Polisi Keliru Minta Bukti Baru Pada Korban Dugaan Pencabulan Anak di Lutim

Isak Pasabuan
Redaksi

Tim Redaksi

Terkini.id, Makassar – Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar mempertanyakan pernyataan kepolisian yang meminta bukti baru terkait kasus dugaan pencabulan tiga anak di Luwu Timur (Lutim), Sulawesi Selatan (Sulsel).

Direktur Bidang Internal LBH Makassar, Azis Dumpa menilai, pernyataan itu seolah menunjukkan tidak adanya kinerja kepolisian dalam penanganan perkara ini.

Mengingat dalam Pasal 4 dan 5 KUHAP menyatakan penyelidik adalah setiap pejabat polisi negara Republik Indonesia (RI) yang berwenang untuk mencari keterangan dan barang bukti. Serta mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab serta atas perintah penyidik dapat melakukan tindakan berupa pemeriksaan dan penyitaan.

“Karena seolah-olah membebankan pembuktian kepada pelapor. Dalam perkara pidana sebetulnya polisi lah yang punya kewenangan mencari barang bukti, bukan korban atau masyarakat yang mencari keadilan,” kata Azis kepada wartawan di kantornya, Selasa 12 Oktober 2021.

Sekalipun kata Azis pelapor memiliki dokumen atau keterangan terkait suatu peristiwa pidana, polisilah yang menentukan apakah dapat ditemukan bahwa dokumen atau keterangan itu dapat dijadikan bukti. Selain itu, disebut seluruh bukti hanya bisa diambil melalui proses hukum.

Baca Juga

Lanjut, dia menegaskan saat ini penyidik Polres Luwu Timur masih menutup kasus perkosaan yang dilaporkan oleh ibu kandung, para korban. Kondisi itu membuat peluang untuk mendapatkan bukti-bukti akan tertutup, meskipun pelapor serta kuasa hukumnya memegang informasi atau dokumen yang bisa jadi bukti.

“Tetapi itukan juga harus diserahkan dalam proses hukum, baik dalam penyelidikan maupun penyidikan, kan kalau tertutup bagaimana kami mau serahkan. Nah aturan ini juga termaktub dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana atau KUHAP. Dalam Pasal 1 angka 5 KUHAP,” jelasnya.

“Jadi sebenarnya kami tidak boleh dibebankan pembuktian, apalagi ini kan perkara pidana, jadi dalam konteks ini harusnya aktif mencari dan menemukan barang bukti dalam kasus ini. Bukan malah seolah-olah membebankan kepada korban,” imbuhnya.

Selain itu, Azis turut mempertanyakan proses gelar perkara khusus di Polda Sulsel pada tanggal 6 Maret 2020 lalu. Saat itu pihaknya telah menyerahkan beberapa keterangan dan dokumen yang bisa dikembangkan untuk menjadi sebuah alat bukti.

“Pertama, ada hasil asesmen psikolog di Makassar yang menyatakan anak-anak korban telah mengalami kekerasan seksual oleh ayah kandungnya dan para korban mengalami kecemasan atas kekerasan seksual itu. Dokumen (hasil asesmen) kami serahkan,” sebutnya.

“Kedua, kami menyerahkan satu dokumen terkait dengan tiga anak ini di bulan Oktober pada saat prosesnya masih berjalan, itu melakukan pemeriksaan kesehatan yang kemudian dirujuk, gara-gara mereka punya luka atau bekas kekerasan akibat kekerasan seksual itu dan mereka menjalani rawat jalan di Rumah Sakit di Sorowako. Setelah menerima hasil rekomendasi dari dokter,” lanjut Azis.

Bukan hanya itu, ibu korban juga disebut memiliki foto-foto kondisi tubuh anak-anak ini yang kuat dugaan adalah dampak hasil kekerasan seksual dari ayahnya.

“Jadi semua dokumen yang dibutuhkan untuk jadi alat bukti. Nah kami menduga semua dokumen itu tidak pernah dipertimbangkan ketika kami ajukan,” ujarnya.

Terpisah, Kabid Humas Polda Sulsel, Kombes Pol E Zulpan yang ikut dikonfirmasi menyebut pihaknya bakal menerima bukti baru yang akan diajukan oleh korban melalui pendamping hukumnya dalam hal ini LBH Makassar.

“Kita tunggu saja, bukti apa yang akan diajukan mereka,” kata Zulpan.

Dia memastikan proses penghentian penyelidikan sudah sesuai prosedural termasuk hasil visum yang tidak ditemukan bukti kekerasan seksual sehingga kasus ini tidak dilanjutkan. Sejumlah fakta disebut tidak menunjukan adanya tindakan kekerasan.

Untuk itu, ia meminta masyarakat tenang dan sabar dalam menyikapi kasus ini dan mempercayakan penanganan serta proses hukumnya pada kepolisian.

“Kita akan profesional, transparan dan terbuka. Kami tidak melakukan pembelaan pada satu pihak, kita punya prinsip penanganan pidana yang berkeadilan. Kita tegakkan dan kita buktikan, jadi masyarakat tenang, jangan terprovokasi pada berita-berita yang belum tentu benar. Jadi saya meminta media sosial bisa arif dan bijaksana, jangan menyebarkan dan berkomentar yang faktanya belum tentu benar,” kuncinya.

Dapatkan update berita terkini setiap hari dari Terkini.id. Mari bergabung di Saluran Whatsapp "Terkinidotid", caranya klik link https://whatsapp.com/channel/terkinidotid, kemudian klik ikuti.