KPK Selidiki Dugaan Walkot Ambon Terima Suap Izin Ritel
Komentar

KPK Selidiki Dugaan Walkot Ambon Terima Suap Izin Ritel

Komentar

Terkini.id, Jakarta – Wali Kota nonaktif Ambon, Richard Louhenapessy, diduga menerima hadiah terkait persetujuan pembangunan ritel tahun 2020. Dugaan tersebut masih didalami dan diselidiki lebih lanjut oleh tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Dilansir dari CNNIndonesia.com, pendalaman dilakukan dengan memeriksa Kepala Dinas PUPR Kota Ambon periode 2018-2021, Enrico Rudolf Matitaputty, di Mako Brimob Polda Maluku pada Sabtu, 14 Mei 2022.

“Saksi hadir dan didalami pengetahuannya antara lain terkait dugaan adanya arahan dari tersangka Richard Louhenapessy untuk mengkondisikan proses pelaksanaan lelang pada beberapa SKPD di Pemkot Ambon,” jelas Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri, dalam keterangan tertulis, dikutip terkini.id dari CNNIndonesia.com pada Senin, 16 Mei 2022.

Ali juga menambahkan bahwa pendalaman mengenai dugaan penerimaan suap tersebut juga dikonfirmasi kepada beberapa saksi lainnya, seperti Kasie Usaha Industri, Dinas Perindustrian dan Perdagangan Pemkot Ambon, Firza Attamimi.

Pemeriksaan juga dilakukan kepada sejumlah pihak yaitu Anggota Pokja III UKPBJ Kota Ambon periode 2017-2020, Hendra Victor Pesiwarissa; Ketua Pokja II UKPBJ 2017/Anggota Pokja II UKPBJ periode 2018-2020, Ivonny Alexandra W Latuputty; dan Anggota Pokja III UKPBJ 2018 atau Anggota Pokja II UKPBJ 2020, Johanis Bernhard Pattiradjawane.

DPRD Kota Makassar 2023
Baca Juga

Ali menjelaskan lebih lanjut bahwa tim penyidik akan menjadwalkan pemeriksaan ulang terhadap sejumah saksi yang mangkir terkait dugaan penerimaan gratifikasi untuk Richard Louhenapessy.

Sebagai informasi, dalam perkara ini, Richard diduga menerima uang senilai Rp500 juta terkait persetujuan prinsip pembangunan untuk 20 gerai usaha ritel pada 2020.

Lebih lanjut, uang suap pemberian izin itu diserahkan oleh karyawan gerai di Kota Ambon bernama Amri melalui rekening bank milik Andrew, yang merupakan orang kepercayaan Richard.

Atas perbuatannya itu, Richard dan Andrew disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 B Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Sementara itu, Amri disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf b atau Pasal 13 UU Tipikor.