Terkini, Makassar – Pagi itu, Nur Syarif Ramadhan sudah bersiap sejak subuh. Ia tahu, perjalanan dari rumahnya di Bontonompo, Kabupaten Gowa, ke pusat Kota Makassar bukan perkara mudah.
Jika lancar, satu jam cukup. Tapi jika macet? Bisa dua kali lipat, bahkan lebih.
Sebagai Ketua Pergerakan Difabel Indonesia untuk Kesetaraan (PerDIK) Sulawesi Selatan, mobilitas adalah bagian penting dalam hidupnya.
Ia harus menghadiri pertemuan, menyuarakan aspirasi komunitas difabel, dan memastikan hak mereka diakui. Tapi ada satu masalah besar: sistem transportasi yang tidak berpihak.
Dikepung Hambatan di Setiap Sudut
- Donasi Insan PLN UID Sulselrabar Bantu Terangi 448 Rumah di Momen HLN ke-80
- PT Vale Tuntaskan Enam Titik Penanganan Tumpahan Pipa Minyak di Towuti
- Donor Darah Meriahkan Rekor MURI Minum Kopi Gula Aren Terbanyak, KM Bulukumba Ajak Tebar Kepedulian
- Reses Pertama, Anggota DPRD Makassar Budi Hastuti Serap Aspirasi Warga di 3 Kecamatan
- BNI Perkuat Sinergi dengan Pengembang, Dorong Akselerasi Program Perumahan Rakyat di Sulawesi
Bagi banyak orang, transportasi umum adalah bagian dari keseharian. Namun bagi penyandang disabilitas, setiap perjalanan adalah perjuangan.
Tak ada jalur khusus, tak ada akses yang memadai. Di terminal, di halte, bahkan di dalam kendaraan, hampir semua dirancang tanpa mempertimbangkan kebutuhan mereka.
“Ketika kami terjebak di jalan, beban kami berlipat,” kata Syarif.
Tidak ada pilihan lain selain berangkat lebih awal. Dua hingga tiga jam sebelum waktu kegiatan, ia sudah harus berada di jalan. Jika memungkinkan, ia menggunakan transportasi online.
“Kalau hujan, ya tambah susah lagi,” ujarnya sambil tersenyum getir.
Dapatkan update berita terkini setiap hari dari Terkini.id. Mari bergabung di Saluran Whatsapp "Terkinidotid", caranya klik link https://whatsapp.com/channel/terkinidotid, kemudian klik ikuti.