Terkini.id, Jakarta – World Health Organization (WHO) buka suara terhadap merebaknya cacar monyet (Monkeypox) di tengah COVID-19.
Reuters mengabarkan jika WHO mengklaim bahwa potensi cacar monyet menjadi pandemi relatif kecil.
Akan tetapi, cacar monyet memiliki kategori ‘risiko sedang’ yang melanda kesehatan global. Sehingga, virus ini kemungkinan akan mengalami perubahan yang signifikan.
“Risiko kesehatan masyarakat bisa menjadi tinggi jika virus ini memanfaatkan peluang untuk menetapkan dirinya sebagai patogen manusia dan menyebar ke kelompok yang berisiko lebih tinggi terkena penyakit parah seperti anak kecil dan orang yang mengalami gangguan kekebalan,” kata WHO dan dikutip dari health.detik.com pada Senin 30 Mei 2022.
Setidaknya, WHO telah mencatat jika temuan kasus sebanyak 257 dan 120 kasus curiga terhadap orang-orang yang terkena virus ini per 26 Mei 2022.
- Penyebaran Cacar Monyet Semakin Tak Terbendung, WHO Desak Negara-Negara Ambil Langkah Pencegahan
- Kemenkes Keluarkan Surat Edaran Tentang Kewaspadaan Penyakit Monkeypox, Berikut Keterangannya
- Gawat! Sudah 11 Negara Terjangkit Cacar Monyet, WHO Akan Lakukan Ini
- Ketua Satgas Covid-19 Ikatan Dokter Indonesia Bantah Adanya Virus Varian Baru : Delmicron Bukanlah Varian Baru Dari Virus Corona
- Muncul Varian Baru Covid Omicron, WHO Minta Negara Melakukan Ini
Informasi tersebut didapatkan dari 23 negara yang terkonfir sebagai negara yang tidak masuk ke dalam wilayah endemi.
WHO juga menginformasikan jika belum terdapat korban jiwa atas kasus ini.
Selain itu, WHO juga mengatakan bahwa penularan cacar monyet dalam waktu lama dalam mendeteksi penyakit ini. Sehingga, terjadi transmisi ‘membludak’ di sejumlah negara yang melaporkan temuan kasus virus dalam waktu terdekat.
Di sisi lain, badan PBB laporan atas temuan kasus ternyata tidak memiliki hubungan perjalanan ke wilayah endemik. Dan juga, penyebaran bisa tertular dari seksual.
“Sebagian besar kasus yang dilaporkan sejauh ini tidak memiliki hubungan perjalanan ke daerah endemik dan telah diidentifikasi melalui perawatan primer atau layanan kesehatan seksual,” kata badan PBB itu.