Terkini.id, Jakarta – Brigadir J diduga tewas di rumah dinas Ferdy Sambo menuai banyak kejanggalan. Pasalnya, dari foto jenazah Brigadir J terdapat sejumlah luka di tubuhnya, diduga berasal dari penganiayaan, Kamis 21 Juli 2022.
Tim pengacara keluarga Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat menyebutkan sejumlah fakta janggal atas kematian sang ajudan Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo, Brigadir J. Beberapa kejanggalan tersebut, mereka laporkan ke Bareskrim Polri.
“Kami melaporkan tindak pidana pembunuhan berencana, pencurian dan penggelapan handphone, serta penyadapan ilegal, peretasan, dan dugaan tindak pidana komunikasi,” sebut sang pengacara, Kamaruddin Simanjuntak.
Dia kemudian menunjukkan foto-foto luka di tubuh Yosua yang diduga bersumber dari penganiayaan. Dengan jelas ia menyatakan Yosua bukan hanya diberondong tembakan, tetapi juga disiksa.
Berikut penjelasan lengkap Kamaruddin Simanjuntak bersama tim pengacaranya saat wawancara dengan kumparan, Minggu 17 Juli 2022.
- Soal Kasus Pembunuhan Brigadir J, MA Terima Berkas Kasasi Ferdy Sambo Cs
- Kalah Banding, Bagaimana Nasib Para Anak Buah Ferdy Sambo?
- Kuat Maruf Ajukan Hukum Kasasi Setelah Banding Ditolak Atas Vonis 15 Tahun Penjara
- Permohonan Banding Ditolak Pengadilan Tinggi Jakarta, Ferdy Sambo Tetap Dihukum Mati
- Hentikan Perlindungan ke Richard, Ketua LPSK: Kami Sedih, Eliezer Nangis, Pengawal Juga Nangis
– Keterangan yang diberikan Polri berbeda dengan fakta yang ditemukan keluarga. Begitu jenazah almarhum (Brigadir Yosua) tiba di Jambi, keluarga pertama-tama diperintahkan (polisi) untuk tidak memegang handphone, tidak memfoto, tidak memvideokan.
– (Yang memerintahkan itu) rombongan polisi dari Jakarta, baik yang dipimpin oleh Kombes, Propam Mabes Polri, maupun Brigadir Jenderal dari Karo Paminal.
– Ketika Karo Paminal Brigadir Jenderal Hendra datang ke sana, rombongan polisi masuk dan langsung menutup pagar sekolah karena keluarga itu tinggal di lingkungan sekolah.
– Tanpa izin, mereka langsung membuka pintu rumah. Begitu Jenderal [yang mengantar jenazah] masuk, pintu langsung ditutup, jendela atau gorden ditutup, lalu ia memerintahkan tidak ada perekaman.
– “Turunkan handphone, tidak boleh merekam karena ini aib,” kurang lebih begitu katanya. Jadi mereka menyebutnya “aib”.
– Jadi dari awal keluarga merasa sangat ditekan, bahkan seperti dianggap kelompok teroris.
– Dan walau peti jenazah sudah diserahterimakan, tapi dijaga terus supaya jangan sampai dibuka. Padahal mestinya polisi bisa pergi, kecuali misal ada upacara kepolisian, maka ada polisi ditugaskan pada hari atau jam pemakamannya.
– Tapi ini kan tidak ada upacara kepolisian. Jadi mengapa polisi terus menjaga peti itu agar jangan sampai dibuka?
– Lalu sewaktu ibu almarhum bertanya bukti tembak-menembak, ia dimarahi. Ketika ayah almarhum bertanya “Dari jarak berapa Yosua ditembak? Rekaman CCTV-nya mana?”, dimarahi juga. Jadi intinya yang boleh bicara hanya Jenderal atau Kombes polisi, sedangkan orang tua almarhum hanya bisa menerima informasi. Tidak boleh bertanya, hanya boleh mendengar.
– Keluarga merasa sangat terintimidasi dan berpikir ini sangat tidak logis. Mereka ini tersangka teroris atau bagaimana? Kok diperlakukan seperti itu saat suasana duka?
Di samping itu juga, dalam rangkuman kumparan yang dilihat terkini.id terdapat sejumlah foto dengan keterangan ‘Foto: Dok. Kamaruddin Simanjuntak’ memperlihatkan jenazah Brigadir J dugaan penganiyaan tersebut. Berikut foto-foto luka di tubuh Yosua:






