Terkini.id, Jakarta – Mengutip dari dokumen Dewan Pengawasan (Dewas) KPK soal putusan terhadap Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar pada Rabu 20 April 2022, Dewas menyatakan Wakil Ketua KPK tersebut terbukti melakukan kebohongan.
Namun Lili Pintauli tak disanksi Dewas meski telah terbukti melakukan pembohongan publik dalam konferensi pers 30 April 2021 lalu.
Sikap Dewas KPK yang tak memberi sanksi terhadap kebohongan Lili Pintauli terkait kasus Tanjungbalai pun dikrirtik oleh peneliti Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada, Zaenur Rohman. Zaenur menilai keputusan Dewas KPK sangatlah tidak tepat.
Zaenur menganggap sikap Dewas tersebut justru malah akan memberi dampak buruk bagi komisi antirasuah.
Dikutip dari TEMPO.CO pada Kamis, 21 April 2022, Zaenur mengatakan, “Dampaknya ya nilai integritas di KPK ini seakan-akan tidak ada artinya lagi”.
Zaenur menjelaskan bahwa keputusan Dewas itu dapat menurunkan tingkat kepercayaan publik karena KPK dianggap tidak bisa lagi menunjukkan diri sebagai lembaga yang memiliki prinsip nilai-nilai integritas.
“Baik misalnya kepercayaan publik terhadap KPK secara umum persepsinya juga turun, maupun secara langsung terhadap Dewas,” timpanya.
Lili Pintauli dilaporkan sejumlah mantan pegawai KPK yang menjadi korban Tes Wawasan Kebangsaan, yaitu Benydictus Siumlala, Ita Khoiriyah, Rieswin Rachwell, dan Tri Artining Putri pada 20 September 2021.
Lili Pintauli dilaporkan atas dugaan pembohongan publik yang dilakukannya pada 30 April 2021, di mana dirinya menyangkal dan membantah pernah menjalin komunikasi dengan Wali Kota Tanjungbalai saat itu, M Syahrial.
“Saya tegas mengatakan, bahwa tidak pernah menjalin komunikasi dengan tersangka MS terkait penanganan perkara yang bersangkutan. Apalagi membantu dalam penanganan perkara yang sedang ditangani oleh KPK,” tegas Lili saat jumpa pers di Gedung KPK, Jakarta, Jumat, 30 April 2021, dikutip Antaranews.com.
Tentu saja hal tersebut menurut Rieswin Rachwell, Lili Pintauli telah melanggar kode etik lantaran Syahrial merupakan tersangka dalam perkara di KPK. Lili Pintauli disebut-sebut telah menyalahgunakan kewenangannya untuk kepentingan pribadi.
“Pelanggaran ini melanggar ketentuan kode etik dan juga ketentuan pidana dalam Undang Undang KPK,” kata Rieswin.
Di samping kasus yang tidak dilanjutkan ke sidang etik, Dewas KPK juga tidak menjatuhkan sanksi apapun kepada Lili Pintauli terkait kebohongannya. Dewas beralasan bahwa kebohongan sudah disinggung dalam putusan sidang etik dalam kasus Tanjungbalai.
Dengan sikap Dewas KPK yang terbilang tidak tegas ini, Zaenur mengatakan publik akan malas nantinya untuk melapor jika hasil putusan-putusannya letoy.
“Itu bisa menimbulkan keengganan publik untuk melaporkan ketika mengetahui adanya dugaan pelanggaran etik di internal KPK. Publik bisa mengatakan ‘ngapain lapor kalau tidak diapa-apain sama Dewas’ begitu,” pungkas Zaenur.