Shamsi Ali
Dalam dua pekan ini pemimpin semua negara dunia kembali melangsungkan pertemuan rutinitas tahunan.
Kegiatan yang saya sebut “annual ritual” (ritual tahunan). Biasa juga saya sebut pertemuan “basa basi” yang berkarakter NATO (No Action Talk Only).
Hampir semua kepala negara/pemerintahan hadir. Minimal diwakili oleh seorang pembantu setingkat Menteri.
Bisa dibayangkan bagaimana hiruk pikuk dan kesibukan kota New York dengan perhelatan akbar dunia ini.
Menjadikan kota New York berhak untuk digelari “ibukota dunia” (capital of the world). Jalan-jalan di sekitar gedung PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) diperketat, bahkan ditutup.
- Siap-siap, Pesawat Luar Angkasa NASA Akan Lakukan Uji Coba Menabrak Asteroid Akhir Bulan Ini
- Fenomena Langka 5 Planet Sejajar, Apakah Ada Dampaknya untuk Bumi?
- Ajak Masyarakat Matikan Lampu, Anies Baswedan Dipuji Netizen: Siap Pak Presiden!
- Larang Ucap Bumi Pertiwi, Pendakwah Riza Basalamah: Artinya Itu Ada Tuhan Selain Allah
- Pendakwah Abu Haidar: Siapa Tak Percaya Bumi Datar, Dia Kufur
Pejalan kaki (pedestrian) pun dibatasi kecuali dengan ID (tanda pengenal UN).
Saya sendiri tidak merasa asing dengan keadaan seperti ini. Saya pernah jadi staf lokal di PTRI (Perutusan Tetap RI) untuk PBB New York.
Bahkan hingga kini saya masih punya ID UN dari Sebuah organisasi di bawah ECOSOC.
Kebetulan pula jadwal khutbah saya di PBB pada Jumat keempat setiap bulan. Persis di saat puncak pertemuan ini berlangsung.
Bukan itu yang ingin saya sampaikan kali ini. Saya justeru tertarik membahas singkat, ringan, dan santai tema utama pembahasan Sidang Majelis Umum PBB kali ini.